Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Saat Perpisahan Sebagai Sebuah Pilihan



Perceraian

Wih, judulnya ngeri ya. Aku kepingin nulis ini buat menyalurkan segala rasa yang terpendam. Sebagian hari ini, aku mendengar kabar perceraian dari lingkup pertemanan aku. Benar-betul mengejutkan. Akan tetapi, andaikan memahami cerita mereka dari awal, aku nggak dapat menyayangkannya. Semacam, ya itu keputusan jempolan buat mereka.  

Cerai


Dulu, aku agak skeptis soal perceraian. Ini akibat aku kebanyakan nonton infotainment. Memahami sendiri vermag artist-artist itu banyak sekali yang bercerai. Seolah pernikahan bukan sesuatu yang amat sakral sampai dengan mudahnya diakhiri. Apalagi, mereka bilang alasan perceraiannya akibat tidak dapat bareng lagi. Ini tentunya memunculkan prasangka lain, apa iya tidak dapat dibenahi? Sekiranya akibat mereka saja yang tidak sabar.  

Pandangan ini selanjutnya berubah saat aku bertemu seseorang janda sekian tahun kemudian. Beliau ceritakan alasannya bercerai dengan suaminya. Ini sama sekali bukan masalah yang sepele.  


"Seminggu sesudah menikah, suamiku ngencingin saya. Saya terkejut sekali. Akan tetapi dari situ, saya memahami andaikan beliau punya gangguan jiwa. Sesuatu yang tidak disampaikan oleh pihak famili atau siapapun yang memahami bakal contoh ini."  


Huaaah.. Nyesek sekali. Telah menikah, baru memahami andaikan suaminya begitu. Please, jangan menuduh akibat mereka ta'aruf. Jangan. Realitanya, terdapat pula perkara serupa dari orang yang telah mengenali dekat relatif lama. Pernah pacaran lama, kemudian bertaubat serta memutuskan buat menikah. Ini pula terdapat.  


Selama pacaran, tidak terdapat tanda-tanda gangguan kejiwaan. Baru sesudah menikah, tanda-tanda itu timbul. Innalillahi wa innalillahi rajiun. 


Aku sama sekali nggak dapat membayangkan dengan cara apa cita rasanya terdapat pada posisi mereka.  Gangguan jiwa yang dialami oleh pasangan ini yang membentuk mereka mendapatkan penyiksaan fisik saat pasangan mereka lenyap daya pikir. Ini bukan lagi tampar menampar ya. Akan tetapi, telah hingga pada percobaan penghilangan nyawa.  


"Saya nggak berani geletakin pisau sembarangan, Lel. Saya takut stap suamiku kumat terus pakai pisau itu."  


Apa hanya itu? Nggak. Terdapat lagi. Sesuatu yang tidak mengecewakan bikin diri terhenyak. Berat sekali cobaan mereka, Ya Sang Pencipta.  


Cerita-cerita yang amat real ini yang mengganti pandangan aku terhadap perceraian. Nggak seluruh orang bercerai Cuma akibat masalah ekonomi. Nggak seluruh orang bercerai dengan alasan amat sederhana, "kita telah tidak sejalan lagi."   


Nggak semuanya begitu!  


Realitanya, terdapat masalah-masalah yang terlalu rumit buat dijelaskan. So, ya memang benar, perceraian merupakan satu dari solusi yang Sang Pencipta berikan kepada kita dalam mengarungi kehidupan. Meskipun, contoh ini merupakan sesuatu yang Sang Pencipta tidak sukai juga.  


Artinya apa? Selesaikan dulu masalahnya, bangun kembali keharmonisan famili dulu. Pelajari ilmunya. Akan tetapi, andaikan memang terdapat kondisi yang memang tidak dapat ditawar lagi, contohnya ya pasangan yang lenyap daya pikir tadi, perceraian dapat sebagai solusi.  

Cerai


Setiap memasuki ontwikkelingsfase kehidupan baru, penyesuaian itu pasti terdapat. Buat babak baru yang menyenangkan serta begitu diharapkan, misalnya pernikahan serta punya anak saja, terdapat ontwikkelingsfase berderai air mata pada awal. 


Menyesuaikan diri dengan pasangan, status baru, anggota famili yang baru, keriwehan yang baru. Padahal, dulunya kita begitu menginginkan contoh ini.   


Andaikan buat menjalani kehidupan pernikahan serta punya anak saja begitu, apalagi saat kita wajib berhadapan dengan perpisahan. Ini semacam petir pada siang berlubang sih andaikan berdasarkan aku. Meskipun, kita memahami bahwa itu merupakan pilihan jempolan yang paling mungkin diambil, tetap saja tidak bakal gampang menjalani semuanya. Tanpa terdapat anak saja telah sulit. Apalagi, andaikan terdapat anak dari buah pernilahan sebelumnya. Ya Sang Pencipta, aku betul-betul tidak dapat membayangkan.  


Kaki yang mulai terbiasa berjalan beriringan, selanjutnya salah satunya wajib diambil. Sulit sekali buat dapat berjalan tegak dengan satu kaki. Menopang badan sendiri saja sulit, apalagi membawa beban lain. Telah pasti jauh lebih sulit. Akan tetapi, bukan berarti tidak mungkin. Ini Cuma soal waktu.  


Pada akhirnya, aku Cuma sanggup melambungkan doa supaya orang-orang ini dapat menemukan jalan buat dapat terus melangsungkan hidup. Punya sahabat yang dapat merangkul serta menggandeng tangannya buat menjalani babak baru kehidupan. Semoga Sang Pencipta pun segera menghapus luka pada hatinya serta mendatangkan sosok pasangan hidup baru yang jauh lebih baik dari sebelumnya.  

Cerai


Dalam doa yang aku panjatkan buat mereka, aku sungguh berharap teman-teman aku ini dapat dipertemukan dengan pengganti suaminya. Sosok yang jauh lebih baik serta waras dalam menjalani hidup. Sosok yang mau bertanggung jawab dengan keluarganya. Akan tetapi, selanjutnya aku tersadar bahwa membuka lembaran baru itu tidak gampang.  


Aku masih ingat saat dulu baru saja gagal menikah. Terdapat perasaan dibuang oleh mantan serta keluarganya. Cita rasanya, tidak terdapat orang lain yang sanggup memahami dengan amat baik, melainkan aku serta famili. Tamparan itu saja cita rasanya telah amat keras. Aku sempat limbung serta tidak memahami wajib apa.   


Terdapat rasa ingin segera dipertemukan dengan orang baru. Akan tetapi, pada sisi lain aku takut buat gagal kembali. Ketakutan itu yang mungkin membentuk aku so amat selektif saat menentukan pasangan hidup.   


Itu aku yang gagal menikah. Apalagi mereka yang pernikahannua gagal, ini mungkin bakal jauh lebih sulit.  Membuka lembaran baru sebetulnya tidak selalu sulit andaikan Sang Pencipta telah berkeinginan. Ini Cuma butuh proses buat menghadapi seluruh. Terdapat luka yang butuh disembuhkan terlebih dahulu. Terdapat langkah kaki yang butuh dikuatkan buat menjalani hari.   


Mengapa dulu aku begitu cepat buat bangkit, sementara mantan aku tidak? Padahal, beliau yang meninggalkan aku.   
Jawabannya, terdapat pada doa. Saat masalah itu mulai tiba, aku memahami bahwa bibir orang tua aku tidak pernah basah buat mendoakan aku. Dia mohonkan supaya aku diberi kekuatan buat menghadapi apapun yang bakal terjadi.  


Aku pun melambungkan doa yang sana.  Aku sendiri tidak memahami dari mana datangnya kekuatan itu. Andaikan dipikir-pikir lagi, kegagalan itu relatif sebagai alasan bagi aku buat tidak mencoba membuka hati dalam waktu lama. Nyatanya tidak demikian. Aku relatif gampang buat move on.  


Aku yakin bahwa bibir orang tua dari teman-teman aku ini tidak pernah basah mendoakan anak-anaknya. Apalagi, deraian air mata pun bakal tercucur dalam doa-doa mereka. Memohon dengan amat sangat buat kebahagiaan anaknya.   


Realitanya, terdapat pula sahabat yang alhamdulillah dapat move on serta mendapatkan pengganti yang mau mendapatkan beliau apa adanya. Aku betul-betul senang saat akhirnya kabar senang itu tiba. Pasalnya, kehidupannya pasca bercerai itu pula tidak gampang. Alhamdulillah, akhirnya beliau nemu pula.   


Sebetulnya, aku gelisah ingin mengakhiri goresan pena ini dengan apa. Realitanya, goresan pena ini memang ditulis buat menyalurkan segala contoh yang terpendam pada dalam dada. Mampu curhatan yang macam gini tuh menguras tenaga sekali, kepikiran terus. So, aku sekalian mau mohon maaf andaikan terdapat curhatan yang tidak aku balas. Terutama segala jenis curhat yang masuk dari wetsartikel toxic parents. Masya Sang Pencipta, kadang aku pula nggak sanggup menanggapinya.  
Well, perpisahan itu berat sekali. Saking beratnya, terdapat yang mungkin mulai terganggu kesehatan mentalnya. Mulai mengalami depresi sampai menyakiti diri sendiri. Andaikan telah terdapat pada ontwikkelingsfase ini, please minta tolong ke ahlinya. Berdoa iya, minta tolong iya.   
Sayangi diri sendiri dulu. Kasih perhatian ke diri sendiri dulu, sebelum akhirnya kasih ke orang lain, entah itu anak atau orang tua. Akibat, gimana kita dapat ngasih andaikan kita nggak punya?  
With love,



Posting Komentar untuk "Saat Perpisahan Sebagai Sebuah Pilihan"