Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Berkonflik Sehat dengan Mertua | Cerita Ummi


mertua menantu


"Emang kaya gitu ya andaikan sama mertua? Saya baik-baik aja tuh."

"Iya, belum. Tunggu aja sensasinya."

Gitu kata sahabat aku sesudah mereka curhat mengenai mertua masing-masing. Dengan cara apa mereka akhirnya dapat mendapatkan mertuanya. Dengan cara apa dulunya derai air mata selalu mengucur tiap kalium bertemu dengan mertua. Sementara itu, aku tidak merasakannya.

Mungkin, akibat waktu itu aku memang baru saja menikah. Kita pula tidak tinggal serumah dengan mertua atau orangtua aku. Akan tetapi, satu contoh yang aku rasakan. Cita rasanya amat sangat tidak nyaman bermalam pada tempat tinggal mertua. Bukan, bukan akibat perlakuan beliu yang tidak menyenangkan. Aku Cuma belum terbiasa.

Berjalan satu tahun pernikahan dapat dibilang aku tidak pernah melalui perseteruan dengan mertua. Semuanya tetap baik-baik saja. Aku suka saat mertua tiba. Meskipun, umumnya posisi berbagai macam rupa alat-alat dapur so bergeser. Aku abaikan saja. Sesudah mereka kembali, baru aku kembalikan misalnya semula lagi. Mungkin mereka bosan andaikan tidak melakukan apapun.

Perseteruan dengan mertua mulai aku rasakan semenjak Ghazy hadir ke dunia ini. Orang tua mertua aku punya banyak sekali impian ke Ghazy. Ingin beliau dapat seperti ini begitu yang belum dapat dia lihat dari anaknya sendiri. Seolah mengatakan, "andaikan anakku nggak dapat begitu, paling tidak cucuku."

Cuma saja, dia ini maksanya bukan main. Ini belum lagi pada luar perbedaan pandangan pengasuhan antara aku serta orang tua. Apa yang dia minta, tidak aku lakukan. Apa yang dia larang malah aku lakukan. Aku pernah memberi alasan, "kata dokter nggak bisa." Akan tetapi dia tidak dapat mendapatkan. Malah bilang andaikan dia ini telah pengalaman membesarkan anak.

Hmmmm... Andaikan telah seperti ini, yuk kita iyakan saja.

Mertua aku relatif baperan. Dia ini sensitif serta suka overthinking. Sementara itu, aku ini agak males berurusan dengan orang yang gampang baper. Umumnya aku cuekin saja. Sungguh kontradiktif, akan tetapi vermag nggak dapat dibiarkan. Tentu, ini so masalah baru. 

Akhirnya, aku coba buat mengurangi memberikan berita yang jika dapat membentuk orang tua overthinking. Video-video perkembangan Ghazy aku penyaring dulu sebelum kirim. Video yang jika menimbulkan komentar dia, aku tidak kirimkan. Aku hanya kirim ke orang tua aku saja. Ini pula masalah lagi.

Orang tua mertua tidak suka orang tua aku memakai kiek Ghazy seperti profil whatsapp. Dia pula iri andaikan aku kirim video ke orang tua. Akan tetapi, andaikan aku kirim video serupa, umumnya respon yang timbul merupakan berbagai macam rupa bentuk kasihan atau larangan. Aku yang kesal bukan main andaikan telah dibeginikan. 

"Kasihan. Itu anaknya digendonglah."

"Kasihan, jangan digituinlah."

Serta, lain-lain.

Mengenai perseteruan dengan mertua, aku tidak sendiri. Cita rasanya ini telah so topik yang amat umum dirasakan oleh para menantu. Tidak seluruh memang. Akan tetapi banyak.

Bisa dibilang, perseteruan dengan mertua itu merupakan satu contoh yang tidak dapat dihindarkan. Jangankan dengan mertua, dengan orangtua sendiri saja dapat. Permasalahannya bukan pada bakal terdapat perseteruan atau tidak. Akan tetapi, dengan cara apa kita dapat menyikapi perseteruan itu agar tidak berlarut-larut.

mertua menantu
asal: Canva

Pada atas tadi, aku cerita dengan cara apa perseteruan yang terjadi antara aku dengan mertua. Ini didominasi akibat cucu. Terdapat impian yang besar serta perbedaan pandangan pola asuh yang membentuk kita seringenboom sekali selisih pendapat. Kemudian, dengan cara apa dengan orang lain? Terdapat sebagian contoh yang umumnya sebagai pemicu perseteruan antara mertua serta menantu

1. Tekanan buat mempunyai anak

Aku pribadi tidak merasakan contoh ini. Mertua aku dulu malah banyak sekali mendoakan aku agar dapat segera mempunyai momongan. Tidak terdapat tekanan lebih. Meskipun, kita wajib menunggu 7 bulan lamanya.

Aku relatif beruntung dengan ini. Realitanya, terdapat pasangan yang ditekan buat mempunyai anak. Serangan pertanyaan kapan punya anak ini malah lebih seringenboom tiba dari famili sendiri. Bagi aku, ini jauh lebih melelahkan dibanding wajib menjawab berbagai macam rupa pertanyaan dari kerabat.

2. Takaran keterlibatan mertua dalam tempat tinggal tangga

Ini umumnya terjadi andaikan kita tinggal dengan mertua. Sedikit atau banyak pasti bakal terdapat keterlibatan dia. Aku sendiri merasa tidak nyaman terdapat pada dapur ketika terdapat mertua aku pada tempat tinggal. Banyak rapikan lokasi yang diubah. Trik mengolah pun berbeda.

Lama kelamaan, aku abaikan. Kita bergantian memakai dapur buat meminimalisir perseteruan. Ini telah terjadi secara alamiah. Andaikan aku lagi masak pada dapur, mertua aku mundur. Begitu pula andaikan mertua yang masak, aku mundur.

Ini masih urusan dapur. Sebagian tempat tinggal tangga malah mengalami masalah yang jauh lebih berat lagi. Semuanya diatur. Wajib seperti ini, wajib begitu.

3. Perbedaan trik mengasuh anak

Nah, ini yang aku alamiah. Perseteruan ini umumnya timbul sesudah terdapat cucu. Perbedaan trik mengasuh anak seringenboom sebagai perdebatan tersendiri. Apalagi andaikan telah terdapat cocoklogi timbul, wadidaw diiyain ajalah. 

Aku pernah curhat ke orang tua sendiri terkait contoh ini. Orang tua aku bilang, diiyain aja. Toh, aku tidak tinggal dengan mertua. Toh, kita Cuma berkirim kabar melalui Whatsapp. Lain ceritanya andaikan kita tinggal bareng.

4. Ketergantungan keuangan

Sejujurnya, aku agak tidak paham dengan contoh ini. Mungkin, ini akibat baik mertua juga orangtua aku tidak pernah bergantung secara keuangan ke anak-anaknya. Seandainya minta bantuan, pasti nanti bakal diganti.

Kedua, aku sendiri memegang prinsip bahwa orang tua mertua aku masih sebagai kewajiban suami. So, saat dia punya masalah secara keuangan, suami aku punya kewajiban memberi dia nafkah. Mungkin, akibat ini pula, saat mertua aku cerita butuh uang, aku dapat santai saja menanggapinya. Toh, andaikan memberi mertua, nanti pasti bakal dicukupkan. Meski begitu, perseteruan akibat contoh ini nyata adanya.

5. Perbedaan budaya serta rapikan krama

Ini tidak aku alamiah sendiri. Aku melihat bahwa orang tua aku itu mirip sekali dengan mertua. Pekerjaan mereka saja sama. Akan tetapi, ini terjadi pada teman-teman aku.

Perbedaan budaya serta rapikan krama yang seringkali membentuk salah paham antara mertua serta menantu. Mertua bilang A, menantu telah tersinggung duluan. Padahal, pada sana ucapan tadi biasa. 

Perseteruan semacam ini Cuma butuh waktu buat menyesuaikan diri. Baper pada awal itu pasti adanya. Akan tetapi, lambat laun pasti bakal membaik. Menantu yang seringenboom berkunjung lama-lama pula bakal paham bakal contoh ini.

mertua menantu
asal: Canva

Tidak terdapat asap, andaikan tidak terdapat api. Perseteruan antara mertua serta menantu pula tidak bakal terjadi andaikan tidak terdapat sebabnya. Perseteruan antara mertua serta menantu umumnya terjadi akibat antara yang satu dengan yang lain butuh waktu buat saling menyesuaikan diri. 

Sesudah anaknya menikah, mungkin orang tua mertua bakal merasa posisinya bakal sedikit tergeser dengan kehadiran menantu. Andaikan dulu seluruh perhatian anaknya Cuma terdapat pada beliau, kini wajib terdapat perempuan lain. Bukan berarti mertua tidak suka, akan tetapi ya itu tadi. Butuh waktu buat dapat sepenuhnya mendapatkan keadaan.

Perseteruan pula biasa terjadi akibat mertua masih ingin punya bagian besar dalam kehidupan anaknya. Memberikan saran A-Z yang tidak jarang agak memaksa. Untuk aku, ini lumrah adanya. Bagi orang tua, berapapun usia anak, beliau tetap bakal sebagai anak. Khawatir ini itu, berharap ini itu, pasti terdapat. Ini bakal so semakin besar saat letterteken bawaannya memang telah suka mengatur.

Kebetulan pula, aku memang pula suka mengatur. So, sedikit banyak aku dapat memahami contoh ini. Meskipun, saat perseteruan terjadi, aku nggondok pula. Wkwkwk..

Selain itu, perseteruan antara mertua serta menantu pula terjadi akibat menantu yang gelisah memilih sikap. Mau seperti ini begitu, semuanya seolah terdapat aja kritiknya. Ini aku rasakan pula sih. Terutama, saat baru saja melahirkan. Seperti ini salah, begitu salah. Seluruh so serba salah.

mertua menantu
asal: Canva

Misalnya yang telah aku sebut pada awal, perseteruan antara mertua dengan menantu merupakan satu contoh yang tidak dapat dihindarkan. Mau seringenboom atau jarang. Mau lama atau sementara waktu. Pasti terdapat. Jangankan dengan mertua, dengan orang tua sendiri pun kita memungkinkan buat berkonflik. Apalagi ini orang yang notabene tidak melahirkan kita.

Meski terdapat perseteruan pada tengah-tengah kita, ini tidak bakal sebagai pemutus kewajiban kita buat berbakti pada mertua pula. Ingat, sesudah menikah kewajiban kita bertambah. Mau bagaimanapun pula, bakti suami yang pertama ya ke orangtuanya.

Nah, agar perseteruan tidak semakin memanas serta kontak baik dapat terus berjalan. Terdapat beberapa saran yang disampaikan oleh Saskhya Aulia Prima, M.Psi, Psikolog yang dapat kita jalani sama-sama.

1. Jalin hubungan terjadwal yang konsisten dengan mertua

Dalam satu dari QnA, Aji Nur Afifah pernah cerita andaikan beliau memang rajin sekali buat menghubungi mertuanya. Contoh ini beliau mulai semenjak awal menikah. Menurutnya, rasa canggung dengan mertua itu seiring berjalannya waktu bakal melenyapkan andaikan memang telah terbiasa buat ngobrol bareng. Aku sendiri sepakat, meski belum dapat menjalani misalnya yang Apik lakukan.

Ini masuk daya pikir. Hubungan yang rutin bakal menghilangkan gap antara mertua serta menantu. Satu sama lain bakal saling memahami. Andaikan mertuanya seperti ini, menantu bakal paham. Kebalikannya, andaikan menantu begitu, mertua pun paham.

Dengan trik ini, bukan berarti tidak terdapat perseteruan sama sekali. Tidak. Akan tetapi semuanya dapat diminimalisir serta diselesaikan dengan trik baik-baik. 

2. Berikan porsi keterlibatan pada pengasuhan anak

Nggak terdapat salahnya lho memberikan porsu keterlibatan pada pengasuhan anak. Berasal bukan yang penting aja. Misal, memilihkan baju anak, mainan, atau contoh lain yang menyenangkan. Dengan trik ini, mertua pula lebih dihargai.

3. Bangun koneksi penuh emosi

Kedekatan emosi ini dapat terbentuk andaikan kita dapat rutin menjalin hubungan dengan mertua. Selain rutin menghubungi dia, coba tanyakan kabar, masak apa, atau hal-hal lain. Mengirim kiek cucu pula dapat dipergunakan buat membangun koneksi secara penuh emosi.

4. Mengirimkan anugerah pada mertua

Tidak terdapat salahnya pula mengirimkan anugerah ke mertua. Gak perlu menunggu momen istimewa. Misal, mengirimkan parsel kuliner atau anugerah yang lain. Umumnya mereka bakal merasa diperhatikan oleh kita.

5. Untuk aturan dengan suami terkait keterlibatan mertua

Dalam perkara mertua yang terlalu terlibat, ini perlu terdapat hubungan lebih lanjut dengan suami. Untuk aturan serta batasan hingga mana orang tua bisa terlibat. Ini perlu didesain kesepakatan pada awal. Dengan cara apa trik mensiasati keadaan pula wajib dibicarakan. Andaikan ini telah terdapat, menjalani perseteruan so jauh lebih gampang.

Terdapat satu quote menarik yang ingin aku pakai buat menutup goresan pena ini.

"A mother give you a lifa, a mother in-law give you hier life." - Amit Kalantri

Artinya, bukan Cuma kita yang kesulitan buat menyesuaikan diri. Dia pun dapat so demikian. Letter yang berbeda, budaya yang berbeda, serta banyak contoh lain yang berbeda. Sama misalnya kita yang diminta buat berbakti padanya, dia pun wajib dipaksa buat mendapatkan serta menyayangi kita misalnya anak sendiri. Padahal, sebelumnya kita tidak saling mengenali, dibesarkan tidak, apalagi dilahirkan.

Posting Komentar untuk "Berkonflik Sehat dengan Mertua | Cerita Ummi"