Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menikah Tanpa Pacaran? Mungkin-Mungkin Aja Tuh!



nikah tanpa pacaran

Dulu, orang nggak punya bayangan sama sekali bagaiman caranya menikah andaikan nggak pacaran dulu. Proses pacaran ini dipercaya sebgai proses mengetahui calon pasangan saat nanti bakal menikah. Sayangnya, meski pacaran telah bertahun-tahun macam kredit tempat tinggal, belum pula menjamin apakah kita dapat mengetahui beliau secara utuh. Memahami ilustrasi tempat tinggal tangga yang bakal dibangun dengan cara apa.

pacaran

"Gimana caranya nikah sama orang yang nggak kita sayang?"

Ini pertanyaan paling umum yang seringenboom ditanyakan ke mereka yang menikah tanpa pacaran. Aku pun dulu pernah mempertanyakan contoh ini. Keraguan aku buat menyayangi pasangan sesudah menikah yang malah menjerumuskan aku ke lubang maksiat.

Dari apa yang aku alamiah dulu, sulit sekali membicarakan ilustrasi tempat tinggal tangga yang bakal dibangun dengan si pacar. Seserius apapun katanya beliau, tetap saja ilustrasi tempat tinggal tangga itu mau dibawa ke mana tetap bias.

Kebanyakan ya permintaan buat menjalani seluruh sama-sama serta belajar sama-sama. Berjalan begitu saja tanpa sasaran pasti hingga mana serta wajib menentukan apa. Kita sibuk menjalin rasa. Bukan sibuk mempersiapkan langkah pasti buat meraih mimpi bareng. Apalagi, mimpi bareng pun nggak terdapat.

Malah, ini yang terdapat. Aku punya impian seperti ini. Beliau punya impian begitu. Selanjutnya, dengan cara apa kita dapat saling mendukung apa yang masing-masing inginkan. Sementara itu, impian bersamanya nggak terdapat.

Ini banyak dialami sama orang-orang pacaran. Banyak schouwspel yang dilewati Cuma akibat perasaan yang dikedepankan. Ini yang membentuk banyak tempat tinggal tangga muda yang nggak memahami mau ngapain meski telah amat lama pacaran.

happy

Aku serta suami nggak pernah pacaran sama sekali. Kita mengenali dalam waktu singkat. Selanjutnya memutuskan buat menikah. So, aku memang tidak memahami dengan cara apa cita rasanya menikahi pacar.

Meski begitu, aku dapat dengan amat sangat gampang memahami dari banyaknya orang-orang yang menikah dengan pacarnya. Tidak seluruh, apalagi banyak yang masih shock dengan pasangan sah yang baru. Meskipun, mereka telah bertahun-tahun pacaran.

Ya iya. Namanya pula pacaran. Pasti yang ditunjukkan ya yang manis-manis aja. Letek-leteknya nggak kelihatan secara utuh.

Sesudah menikah, tinggal serumah. Mau tidur bertemu, bangun pula bertemu. Kemana pun yang dilihat beliau serta segala jejaknya. Ya akhirnya memahami pula belangnya.

Oh, beliau ini andaikan abis mandi suka naruh handuk pada kasur.

Oh, beliau andaikan abis ambil barang suka nggak dikembalikan ke tempatnya.

Oh, beliau ini malas mandi.

Oh, beliau ini sesungguhnya buau sekali.

Retjeh sekali sih memang. Akan tetapi andaikan ini-ini saja yang dilihat serta dirasakan setiap hari. Lama-lama ya bikin hati dongkol serta kepala ngebul pula. Memahami sendirilah endingnya gimana. Ya schouwspel. Nangisin contoh receh ini.

Teruntuk pasangan yang nggak baru-baru amat menikah serta telah melalui stadium ini. Pasti senyum-senyum sendiri mengingat masa kemudian ini. Lucu memang andaikan diingat. Akan tetapi andaikan dijalani ya beneran bikin spanneng.

Andaikan telah dipaparkan seperti ini, umumnya bakal timbul pertanyaan ini ke pasangan yang menikah tanpa pacaran.

"Memangnya andaikan nggak pacaran dapat menjamin automaat senang?"

Lewat goresan pena ini, aku mau bilang andaikan jawabannya tidak. Sesudah menikah, schouwspel itu ya bakal tetap dilewati pula. Akan tetapi aku nggak rugi waktu serta materi buat pacaran sama beliau. Melayani seseorang yang belum tentu so pasangan aku. Bayar ongkos pacaran sama seseorang yang belum tentu so pasangan aku pula.

Iya lho. Pacaran itu memang membuang waktu serta uang. Pacaran butuh bertemu buat membangun rasa. Andaikan LDR, ya tetep mengupayakan stay voeling dengan si beliau. Pastinya ya waktu terbuang, uang pun iya.

Apakah beliau pasti so suami aku? Belum tentu.

Bicara mengenai pacaran. Nggak seluruh lho kepingin punya pacar. Terdapat pula kok orang yang hidupnya nggak bucin. Beliau berat hati pacaran akibat ribet, contohnya.

Andaikan punya pacar vermag mau nggak mau diurus ya. Sementara urusan pribadi aja udah banyak. Terdapat mimpi yang pingin dikejar serta pacaran dipercaya seperti distraksi.

Terdapat pula yang nggak mau pacaran akibat lebih suka temenan aja. Ini pula terdapat.

Well, andaikan kita memang nggak mau pacaran, gimana andaikan niat itu diubah akibat Sang Pencipta. Bukan biar nggak ribet atau pingin fokus sama yang lain. Rugi aja andaikan nggak diniatin akibat Sang Pencipta.

Menghindari pacaran itu macem menghindarkan diri dari maksiat. Artinya, ini merupakan sebuah kebaikan. Sayangnya, kebaikan ini nggak bakal punya nilai apapun pada alam baka andaikan tidak diniatkan akibat Sang Pencipta. Nguap aja gitu. 

Tetep rugi vermag jadinya. That's why, luruskan niat Cuma buat Sang Pencipta aja. Niat ini pula yang bakal menjaga kita untuk nggak nyicipi pacaran lagi. 

Mengapa? Ya akibat Sang Pencipta nggak bakal suka dengan pilihan kita itu.

pacaran

Ini pula banyak nih kasusnya. Anaknya nggak mau pacaran. Akan tetapi orangtuanya kekeuh meminta anaknya buat pacaran dulu.

Lagi-lagi, ini akibat budaya pacaran dulu sebelum menikah yang menyerebak pada rakyat kita. So, nggak kebayang nikah tanpa pacaran itu gimana. Padahal ini amat mungkin terjadi.

Kemudian, dengan cara apa andaikan kita didesak orangtua buat pacaran? 

Aku pun pernah mengalami ini. Sesudah taubat nggak mau pacaran lagi, orangtua aku malah makin push aku buat cari pacar baru. Dia malah makin tertekan saat aku bilang nggak mau pacaran lagi.

"Gimana dapat nikah andaikan nggak mengenali?"

Sama misalnya kebanyak orang, orangtua aku pun tahunya pacaran so trik buat mengetahui antara satu sama lain. Padahal, Islam ngatur dengan cara apa hubungan laki-laki serta perempuan yang telah siap serta ingin menikah.

Orangtua aku makin cemas lagi saat usia aku makin jauh dari nomor 25 tahun. Nyaris setiap kembali ke tempat tinggal ditanya. Mereka apalagi menduga andaikan aku ini terlalu pemilih. Cemasnya makin lebih-lebih melihat terdapat sebagian saudara yang belum pula menikah hingga usia lanjut. Nggak mau dong anaknya so perawan tua.

Setiap ditodong pacar baru, aku selalu menjelaskan alasan aku mengapa tidak mau pacaran. Aku pula jelaskan proses misalnya apa yang aku kehendaki buat menentukan pasangan suami nanti. Aku sampaikan pula andaikan aku butuh doa sama bantuannya orang tua buat mencari calon pasangan hidup.

Apakah berhasil membentuk dia tenang?Tentu tidak, saudara-saudara sekalian.

Orang tua aku baru lega sesudah tiba seseorang laki-laki yang mempersunting aku sendirian. Laki-laki ini yang akhirnya meluluhkan hati seluruh orang serta berhasil memboyong aku ke Bogor. Satu contoh yang tidak pernah sekalipun aku bayangkan.

Pada dasarnya sih, luruskan dulu niat kita buat tidak berpacaran itu hanya akibat Sang Pencipta. Lakukan apapun yang dapat dilakukan buat menghindarkan diri dari aktivitas pacaran ini. Saat orangtua memaksa, ya balikin lagi ke Sang Pencipta sembari terus berupaya menjelaskan.

Siapa sih yang so pemilik hati orangtua kita? Ya Sang Pencipta. Maka, kembalikan urusan ini ke Sang Pencipta. Biar Sang Pencipta yang atur. Kita usaha aja terus.

nikah tanpa pacaran

Islam itu kepercayaan yang tepat. Segala contoh dalam kehidupan ini terdapat aturannya dalam Islam. Mulai dari urusan seremeh pakai sendal jepit sampai urusan bernegara. Begitu juga saat kita mau menikah, terdapat aturannya pula dalam syariat Islam.

Hari ini, kata ini telah tidak asing lagi. Apalagi terdapat sejumlah public figur yang menjalaninya pula. Ambil saja contoh yang sedang viral hari ini, pernikahannya Dinda serta Rey.

Tidak terdapat tanda-tanda kedekatan, tiba-tiba telah nikah aja. Ini wow sih buat banyak orang. Usut punya usut ternyata Dinda serta Rey ini telah ta'aruf selama 2 bulan. Sebelum akhirnya mereka mantap buat mengikat ikrar seperti suami istri.

Ta'aruf Tidak Sama dengan Beli Kucing dalam Karung

Ini pula anggapan yang terdapat pada dalam rakyat kita. Apalagi range waktu ta'aruf ini agak singkat. Tidak bertanya-tanya jika banyak yang mempertanyakan proses ta'aruf. Dengan cara apa caranya dapat mengenali satu sama lain dalam waktu singkat serta mantap ke jenjang pernikahan.

Andaikan terdapat yang tanya dengan cara apa teknisnya, ya kenalan aja. Akibat tujuannya memang buat menikah, tentu pertanyaannya pula bukan Cuma sekedar siapa serta dari mana. Tujuan pernikahan serta sebagian pertanyaan lain yang dapat diajukan ketika ta'aruf. Aku telah pernah periksa lebih detail mengenai ta'aruf pada blog ini. So, andaikan terdapat yang bilang ta'aruf itu misalnya beli kucing dalam karung ya terang tidak benar.

Lamaran Tidak Menjamin Pasti Menikah

gagal nikah

Sesudah ta'aruf serta cocok, maka kita bakal masuk ke tahap selanjutnya, yaitu lamaran. Sejatinya dalam proses ini aktivitasnya pula sama saja. Ya tanya-tanya lagi. Meski topiknya bakal jauh lebih dalam, misalnya pola asuh anak, perencanaan financial dalam famili, kemungkinan istri lebih dari satu, serta sebagainya.

Lamaran itu sejatinya merupakan ajakan buat menikah. Dapat saja proses ini dibalik. So, dilamar dulu, baru ta'aruf. Cuma saja, saat seseorang perempuan mendapatkan ajakan buat menikah ini, beliau telah tidak bisa mendapatkan lamaran dari laki-laki lain hingga lamaran yang sebelumnya dicabut.

Berarti ini kekuasaan pada tangan laki-laki dong?

Ya nggak gitu pula. Dalam kontekstual memang kesannya suaklek sekali, akan tetapi realitanya relatif sederhana. Meskipun, pasti bikin baper pula.

Andaikan pihak perempuan tiba-tiba pingin mundur, ya udah. Tinggal bilang aja. Say sorry and good bye.

Laki-laki yang dikasih memahami pula umumnya bakal melepaskan. Ya ngapain mempertahankan perempuan yang nggak mau sama beliau, vermag? Kalaulah perempuan ini yang so jodohnya, nanti bakal terdapat jalan.

Meski keduanya udah sama-sama mantap buat melanjutkan ke jenjang pernikahan, sebaiknya anggapan pasti menikah ini dihindari. Gagalnya pernikahan itu bukan Cuma akibat satu dari pihak yang membatalkan, akan tetapi dapat pula akibat ajal. Siapa sih yang memahami batas waktu seseorang?

So, sebisa mungkin buat tetap mengarahkan perasaan. Genggam perasaan itu pada tangan serta serahkan seutuhnya pada Sang Pencipta. Selain itu, ingat buat terus menerus menjaga hubungan dengan calon pasangan supaya tetap dalam jalur syara'. 

Niat kita buat menikah itu baik, yaitu buat beribadah kepada Sang Pencipta. Masa mau dinodai dengan dosa-dosa sebelum menikah? Tahan-tahan aja semuanya dulu. Seluruh pasti bakal indah pada waktunya kok. Jangan terbuai dengan kalimat, "saya vermag pasti nikahin engkau."

Well, nggak terdapat yang pasti hingga akad terucap. Beneran deh, jaga semuanya baik-baik serta terus libatkan Sang Pencipta.

Aku punya cerita yang agak ngeri-ngeri sedap. Terdapat sepasang calon pengantin yang bakal menikah. Seminggu sebelum mereka menikah, keduanya pergi bersama-sama buat melihat tempat tinggal baru mereka. Sewaktu mengunjungi tempat tinggal itu, pihak ketiga tiba membisiki sesuatu kepada mereka. Sampai akhirnya, terjadilah sesuatu yang belum sebaiknya terjadi.

Singkat cerita, pernikahan itu akhirnya gagal akibat mempelai laki-laki meninggal sehari sebelum menikah. Selang sebagian waktu dari kesedihan itu, si perempuan mendapati dirinya berbadan dua. Siapa lagi ayah dari bakal bayi itu jika bukan calon suaminya yang meninggal. Nasi telah sebagai bubur. Sulit pula buat menuntut tanggung jawab ke famili laki-laki itu akibat telah meninggal. Akhirnya, beliau wajib menjalani segala konsekuensi perbuatannya itu sendiri.

Menikah Itu Bukan Soal Rasa, Akan tetapi Ketetapan Hati

"Dengan cara apa saya dapat menikahinya, andaikan saya tidak menyayangi orang itu?"

Seringenboom dengar kalimat ini? Ini pertanyaan yang paling seringenboom ditanyakan. Apalagi andaikan pernah nonton sinetron atau schouwspel mengenai perjodohan, pasti bakal mengamini pertanyaan ini. Seolah, kita tidak bakal mungkin menikahi orang yang tidak kita cintai. Pokoknya wajib so bucin dulu, biar tenang nikahnya.

Aku pun dulu mempertanyakan contoh ini. Gelisah bukan main dengan orang yang menikah tanpa terdapat rasa cinta sebelumnya. Saking keponya, aku hingga tanyakan langsung ke pelakunya.

"Waktu nikah, engkau telah cinta belum ke suamimu?"

"Saya baru jatuh cinta waktu kita ngedate pertama kalium sesudah menikah. Itu seminggu sesudah menikah."

Pertanyaan "kok dapat?" berulang kalium berputar dalam kepala aku hingga aku melupakan insiden ini. Sesudah aku mengalaminya sendiri, barulah aku sadar. Menikah itu bukan soal rasa. Ini lebih pada ketetapan hati. Dengan cara apa akhirnya hati ini menentukan, itu urusan Sang Pencipta.

Memahami Sundari Hana? Itu lho Bu Leknya Kirana Retno Senyap. Dalam akun sosial medianya, beliau pernah cerita andaikan dulu bener-bener nggak mau sama suaminya ini. Banyak sekali alasan buat menolak laki-laki itu. Sempat putus hubungan selama setahun. Akan tetapi lihat dengan cara apa Sang Pencipta mempertemukan serta menyatukan mereka?

Laki-laki yang dulu beliau tolak terus menerus ini yang selanjutnya so suaminya. Mana beliau sangka andaikan takdirnya berjalan misalnya itu.

Apakah Bu Lekken Hana satu-satunya yang mengalami ini? Tidak. Terdapat banyak sekali orang yang pun mengalami contoh serupa.

So, amat sangat tidak benar andaikan sebelum menikah yang dibangun Cuma soal rasa. Sementara terdapat yang jauh lebih penting dari itu seluruh. Bakal dibawa ke mana pernikahan ini?

Terdapat yang punya cerita serupa nggak? Tulis pada kolom komentar ya.

Pada akhir goresan pena ini, aku hanya pingin titip pesan kepada para single. Jangan takut tidak menikah akibat sampai dtk ini belum punya pacar. Nggak perlu kepikiran pacaran pula.

Jodoh itu Sang Pencipta yang atur. Kapan hilalnya tampak, itu suka-suka Sang Pencipta. Nggak perlu menghabiskan waktu buat memikirkan kapan bulan sabit jodoh bakal tampak. Fokus saja buat memperbaiki serta menjaga diri akibat Sang Pencipta. Te syaa Sang Pencipta, seluruh bakal indah pada waktunya. 

Semangat!



Posting Komentar untuk "Menikah Tanpa Pacaran? Mungkin-Mungkin Aja Tuh!"